Insomnia ini datang sejak aku SMA. Saat itu, rumah lamaku yang membuatku insomnia terasa menyeramkan. Kenapa? Karena belakang dari kamarku adalah rumah tua tak berpenghuni. Darisitu, aku mulai mencari cara supaya tidak insomnia. Aku mulai sering menyewa buku di perpus sekolah. Aku masih ingat buku apa saja yang aku sewa, ada narnia seri 1 sampai tamat, eragorn dengan buku yang sebegitu tebalnya, ku bisa membacanya dikala insomnia melanda, lalu beberapa buku novel fiksi lainnya. Yang membuat insomniaku semakin parah, ketika pacar pertamaku datang dihidupku. Dia jauh lebih muda dariku. Tapi, dia masih belum bisa aku panggil lelaki kala itu.
Insomniaku semakin menjadi, dikala aku sedang kecapekan, sedang memikirkan sesuatu yang nggak penting2 amat, atau karena mimpi buruk. Btw, aku sering sekali mengalami mimpi buruk, seperti tiba2 jatuh dari gedung bertingkat, lalu terbangun dikala aku sudah terjatuh dibawah dan masih banyak lagi mimpi buruk setiap malam yang aku rasa itu seperti terjadi nyata.
Sedari dulu, aku belum menyadari, kalau maksut Tuhan membuatku insomnia, supaya lebih mendekatkan diri kepadaNya. Akhir-akhir ini saja, aku mulai merasa tertampar oleh keadaan. Keadaan yang memaksa, memang benar hidayah tidak datang dengan sendirinya, tapi dengan dorongan dari orang lain juga.
Kali ini, insomnia ku akan ku manfaatkan dengan bersimpuh dihadapan sang Kuasa, sang Pencipta.
Lalu kenapa aku tidak membaca buku saja seperti dulu? Dewasa ini, masalah demi masalah sering terjadi, hal itu menjadikanku untuk tidak bergairah membaca buku. Pun kalau aku membacanya, aku akan langsung tertidur karena mata sudah lelah, hati pun juga. Oleh karena itu, aku lebih memilih menulis disini, selalu bermunajah kepadaNya, daripada membuat status yang nantinya akan mengundang pandangan buruk terhadapku.
Baruku tersadar, insomnia bisa semanfaat ini. Insomnia membuatku merasa lega karena aku masih punya Tuhan YME. Karena, diumur yang sudah semakin menua ini, aku semakin memiliki sedikit teman untuk bercerita, teman untuk bercanda, teman yang membuatku merasa nyaman untuk bercerita. Ya, begitulah kehidupan, orang datang dan pergi, tanpa pamrih ataupun permisi. Terima kasih Tuhan, atas segala kesadaran ini. Terima kasih sudah menjadi temanku dikala aku sedang sendiri seperti ini.